Rapat kerja antara Komisi III DPR RI dengan menkopolhukam sekaligus ketua TPPU Mahfud MD berjalan panas kemarin malam.
Apalagi setelah Arteria Dahlan anggota fraksi PDIP saling gertak dengan Mahfud MD dalam membahas transaksi Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Melansir Tribunnews.com, Kamis (30/3/2023) Arteria mengatakan dirinya tak pernah mengomentari Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite) itu.
“Saya kaget tiba-tiba enggak pernah ngomentarin bapak saya lagi namanya diserang,” kata Arteria.
Arteria juga membantah soal dirinya disebut menggertak Mahfud. Dia bahkan siap balik menggertak Mahfud.
“Tadi di sini pak (berita) ‘Mahfud MD ke Arteria Dahlan: Jangan gertak saya, saya juga bisa gertak saudara’. Saya juga bisa gertak (Mahfud),” ujarnya.
Dia menegaskan jika dirinya tak takut kepada siapapun, kecuali Allah.
“Enggak ada pak di dunia ini yang saya takuti kecuali Allah. Prof juga pernah ngajarin saya enggak pernah takut pak,” ungkap Arteria.
Arteria juga geram setelah Mahfud menantangnya untuk mengadukan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan.
Kepada Mahfud, dia menegaskan bahwa dirinya sudah memiliki kariernya sejak kecil dan tidak menggunakan fasilitas apapun.
“Saya tidak pakai fasilitas apapun, tiba-tiba prof mencoba membenturkan saya dengan amat yang saya hormati Pak Budi Gunawan tadi,” tegasnya.
Menurut Arteria, cara yang digunakan Mahfud justru membunuh anak-anak didikannya sendiri seperti dirinya.
“Saya hormati Prof orangtua dan guru saya. Akhirnya saya putuskan itu dulu, betul pak. Prof membunuh anak-anak yang Prof duduk sendiri kalau begini caranya Prof,” ujarnya.
Bahkan, dia menuturkan dirinya siap memutuskan untuk berhenti menjadi anggota DPR apabila atas perintah pimpinannya.
“Bagi saya takdir saya kalau pun saya harus berhenti di sini, saya berhenti Prof. Mimpi saya jadi anggota DPR, enggak pernah saya punya cita-cita,” ungkap Arteria.
Lebih lanjut, Arteria menambahkan jika dirinya telah mewakafkan dirinya untuk menjadi anggota DPR yang baik.
“Kalau coba dibenturkan begitu saya siap, enggak apa-apa. Tapi prof juga ingat saya di sini mewakafkan diri Prof untuk belajar menjadi anggota DPR yang baik,” imbuhnya.
Adapun Mahfud awalnya membalas kritik Arteria soal mengumumkan transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.
Mahfud menegaskan dirinya tidak dilarang untuk mengumumkan informasi yang diterima dari kementerian dan lembaga.
Bahkan, Mahfud sempat menantang Arteria untuk mengadukan Kepala BIN Budi Gunawan lantaran memberi informasi inteligen kepadanya.
“Beranikah Saudara Arteria bilang kayak gitu kepada Kepala BIN Bapak Budi Gunawan. Pak Budi Gunawan anak buah langsung Pak Presiden, bertanggung jawab pada Presiden, bukan anak buah Menko Polhukam, tapi setiap minggu laporan resmi info intelijen ke Polhukam,” kata Mahfud dalam rapat ini.
“Coba Saudara bilang pada Pak Budi Gunawan, Pak Budi Gunawan menurut UU, BIN bisa diancam 10 tahun, menurut Pasal 44. Kan persis yang Saudara baca kepada saya,” kata Mahfud lagi.
Mahfud mengatakan bahwa laporan dari kementerian dan lembaga penting untuknya sebagai menteri koordinator.
“Karena saya bekerja berdasarkan info intelijen. Misal kayak gini, enggak saya bocorkan, tapi saya tahu besok akan demo di sana,” ucap Mahfud.
Mahfud lalu menyatakan keheranannya soal dirinya dilarang mengumumkan transaksi janggal Rp 349 triliun.
Di hadapan anggota Komisi III DPR, Mahfud menunjukkan sejumlah laporan dari BIN.
Dia juga sempat menunjukan sejumlah lembaran laporan inteligen itu di hadapan para legislator Komisi III.
“Setiap malam saya dengan Pak Budi Gunawan, ini di-WA, ini info intelijen. ‘Pak besok tampaknya ada demo di sana, Pak’. Iya Pak sudah, itu korlapnya ini, ini, kekuatannya segini aja, cukup di polsek, cukup di polres, atau harus di mabes,” tandas Mahfud.
Sebelumnya, Arteria Dahlan sempat mempertanyakan mengapa dokumen temuan terkait TPPU terkait transaksi janggal sebesar Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bisa bocor ke publik.
Kemudian dia menyinggung Pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, di mana dokumen temuan terkait TPPU seharusnya dirahasiakan.
“Saya bacakan Pasal 11 pak, pejabat atau pegawai PPATK, penyidik atau penuntut umum, hakim dan setiap orang. Setiap orang itu termasuk juga menteri, termasuk juga Menko, pak, ya. Yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut undang-undang ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut,” katanya dalam Raker bersama PPATK pada Selasa (21/3/2023).
Bahkan dia menyebut adanya sanksi pidana empat tahun penjara sebagai ancaman menyebarkan dokumen tersebut.
“Sanksinya pak, sanksinya setiap orang itu dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun. ini undang-undangnya sama pak. Ini serius, gitu loh. Nanti kita juga ada sesi berikutnya bisa klarifikasi,” ujarnya.
COMMENTS